Langsung ke konten utama

Postingan

Target Saham BBRI

  Saham BBRI potensi menguji upper channel di level 4150. BBRI - 9M25 Profit -10% y-y, VERDHANA Despite a 10% YoY profit decline , BBRI’s quarterly trends show signs of stabilization , suggesting earnings have bottomed . We see limited downside risks , supported by an ~80–85% dividend payout (~8–9% yield) and modest earnings growth (~1–2%) , implying potential total returns of ~10–11% . Spread antara earnings yield big bank dan yield obligasi makin lebar. Return big bank jauh lebih menarik dibanding yield obligasi. Bahasa simplenya ngapain saya taruh uang di obligasi dengan yield 5.9% mending tak taruh uang di BBRI dengan dividen yield 8%-9% Uang selalu mengalir ke tempat yang aman dan memberikan yield tinggi
Postingan terbaru

Akhir QT Menandai Babak Baru Likuiditas Global

  Seperti ekspektasi The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps di level 3.75%-4% (29/10).  The Fed juga akan mengakhiri   QT mulai 1 Desember 2025. Berakhirnya QT adalah momen penting dalam siklus moneter karena punya pengaruh besar ke pasar keuangan global, likuiditas, dan arah harga aset . Berakhirnya QT akan membuat likuiditas meningkat lagi kedepannya. Saat QT berakhir, uang dari MBS yang jatuh tempo akan diinvestasikan kembali ke T-bills. MBS adalah surat utang yang dijamin oleh kumpulan kredit rumah (KPR). aset jangka panjang, sulit dicairkan, dan kurang likuid. Ketika The Fed memegang MBS, uangnya “terkunci” di sektor perumahan dan tidak langsung berputar di pasar uang. T-bills (Treasury Bills) adalah surat utang jangka pendek (≤1 tahun) yang sangat likuid. MBS itu seperti darah yang tersimpan di organ (tidak bisa langsung dialirkan). Sedangkan T-bills itu seperti darah di pembuluh utama yang bisa segera dipompa ke seluruh tubuh. Saat The Fed mengalihkan h...

Bobot Saham Indonesia Terancam Turun, MSCI Evaluasi Metode Free Float

  Perhitungan free float yang lebih ketat akan mengurangi bobot (weight) saham-saham Indonesia dalam indeks MSCI. Ketika bobot berkurang, dana indeks (ETF dan dana investasi pasif lainnya) yang melacak MSCI akan menjual saham-saham tersebut untuk menyesuaikan portofolio mereka, menyebabkan tekanan jual dan aliran keluar modal. Efek “Rounding”: Selama ini, banyak saham konstituen MSCI Indonesia yang mendapat keuntungan dari faktor pembulatan yang menguntungkan. Perubahan aturan ini akan menghilangkan keuntungan tersebut dan justru memperkecil bobot mereka Sebagai catatan, wacana ini belum pasti diberlakukan dan masih menunggu masukan dari para pelaku pasar. MSCI akan menerima masukan hingga 31 Desember 2025, dengan hasil dari konsultasi akan diumumkan sebelum 30 Januari 2026. Jika proposal tersebut diterapkan, perubahannya akan diimplementasikan pada review indeks bulan Mei 2026.

ROTASI DARI SAHAM KONGLO KE SAHAM BLUECHIP

  Pasar saham Indonesia saat ini overvalued secara historis. terutama akibat kenaikan saham konglomerasi yang tidak diikuti oleh pertumbuhan laba riil. 7 dari 10 perusahaan terbesar di Indonesia berdasarkan kapitalisasi pasar saat ini adalah saham konglo. Dominasi konglomerasi menyebabkan pasar tampak kuat di permukaan (IHSG naik), padahal breadth (penyebaran kenaikan) sempit hanya beberapa saham besar yang mengangkat indeks. Semua hal bersifat siklus (All Things Are Cyclical) saham konglomerasi dan mid-tier di Indonesia sudah “overstretched” (terlalu mahal) or sudah melampaui target valuasi .  Saham LQ45 banyak yang valuasinya masih murah potensi jadi entry point terbaik ketika siklus berbalik.

Saham Jadi Magnet Baru: Outflow di Obligasi, Inflow ke JCI

Dana asing mulai berpindah dari instrumen pendapatan tetap ke pasar saham. Minggu ke-3 Oktober 2025: Outflow di obligasi pemerintah (INDOGB): Rp2,73 triliun, Outflow di SRBI: Rp1,28 triliun, Inflow ke saham (JCI): Rp3,08 triliun. Menteri keuangan baru yang pro-growth meningkatkan ekspektasi stimulus fiskal, investor memutar dana ke saham domestik untuk mengejar pertumbuhan. Turunnya imbal hasil (yield) obligasi dan tingginya potensi dividen yield saham blue chip akan membuat asing dan investor besar seperti dana pensiun, asuransi bergeser dari obligasi ke saham untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi. Uang selalu mengalir ke tempat yang memberikan imbal hasil lebih tinggi

The Start of De-Dollarization

The Start of De-Dollarization China melarang semua kargo baru BHP (perusahaan tambang raksasa Australia) menggunakan dolar AS, dan mewajibkan pembayaran dalam RMB untuk pembelian bijih besi. Australia (melalui BHP) akan terdampak langsung karena 30% ekspor bijih besi ke China kini dibayar dengan RMB. Hal ini mengubah rantai nilai dan sistem pembayaran global komoditas, memaksa negara-negara lain untuk menyesuaikan diri dengan sistem pembayaran berbasis RMB. Tahun 2010 hanya 0,3% perdagangan lintas-batas China diselesaikan dalam RMB. Tahun 2023 melonjak ke 52,9%, melampaui USD (42,8%) untuk pertama kalinya dalam sejarah. Source: Visual Capitalist  

Emas Cuma Koreksi Sehat Peluang Naik Lebih Tinggi

  Standard Chartered Weekly Market View : A healthy correction in gold (24 Oktober 2025) SC menaikkan proyeksi harga emas 3 bulan ke USD 4.300/oz dan 12 bulan ke USD 4.500/oz. Standard Chartered melihat koreksi gold saat ini (USD 3.945–4.060/oz) sebagai “healthy correction” setelah reli tajam (+30% sejak pertengahan Agustus). Katalis gold berdasarkan riset Standard Chartered : Ketidakpastian geopolitik (Trump–China, Rusia), Kekhawatiran fiskal AS dan independensi The Fed, Tren de-dollarization dan pembelian emas oleh bank sentral (EM), Pemangkasan suku bunga Fed → real yield turun, USD melemah, Musim kuat menjelang Tahun Baru Imlek.

Risiko Fiskal & Risiko Downgrade Outlook Indonesia

  Pendapatan negara turun −7,2% YoY (9M25), sementara belanja relatif datar (−0,8%), menyebabkan defisit Rp372 T (1,6% PDB). Rencana belanja besar pemerintahan Prabowo–Gibran berpotensi mendorong defisit fiskal hingga 3% PDB dan rasio bunga terhadap penerimaan di atas 20%, batas atas untuk investment grade. Rencana belanja besar pemerintahan Prabowo–Gibran berpotensi mendorong defisit fiskal hingga 3% PDB dan rasio bunga terhadap penerimaan di atas 20%, batas atas untuk investment grade. Risiko downgrade outlook Indonesia meningkat jika defisit & rasio bunga tak terkendali. Jika sampai kena downgrade dana asing akan males masuk obligasi dan pasar saham Indonesia. Perumpamaan simplenya keuangan keluarga. penghasilan rumah tangga (pajak) tidak naik secepat pengeluarannya. Dampaknya tabungan bisa menipis, bahkan mulai utang lagi. Kalau terus begitu, bank atau dana asing bisa mulai ragu memberi pinjaman or ragu beli surat utang.

Dunia Memasuki Fase Booms, Bubbles, and Debasement = Uang Murah dan Aset Mahal

Selama dua tahun terakhir, dunia menyaksikan fenomena langka dalam sejarah ekonomi global: 312 kali pemangkasan suku bunga oleh bank sentral di seluruh dunia , hampir menyamai rekor pasca-krisis 2008. Namun berbeda dari masa lalu, kali ini ekonomi Amerika Serikat justru tumbuh kuat PDB nominal naik 11% . Skenario yang jarang terjadi ini menciptakan kombinasi yang berbahaya: pertumbuhan tinggi di tengah likuiditas berlebih , atau yang oleh Michael Hartnett (BofA Global Research) disebut sebagai fase “booms, bubbles, and debasement.” 1. Dunia Penuh Likuiditas, Tanpa Resesi Bank sentral global menurunkan suku bunga dengan kecepatan luar biasa untuk menopang permintaan dan menstimulasi pasar. Hasilnya, likuiditas membanjiri seluruh kelas aset . Namun, berbeda dari periode pasca-Lehman yang diwarnai resesi, kali ini pertumbuhan ekonomi justru masih ekspansif. Amerika Serikat bahkan mencatat surplus anggaran sebesar USD 198 miliar pada September 2025 , sesuatu yang nyaris tak terlihat dalam...