Siklus easing dan tightening merujuk pada serangkaian kebijakan moneter yang diambil oleh bank sentral untuk mengatur tingkat suku bunga dan pasokan uang di pasar. Easing berarti kebijakan moneter yang dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan suku bunga dan meningkatkan pasokan uang, sedangkan tightening berarti kebijakan moneter yang dirancang untuk mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga dan mengurangi pasokan uang.
Siklus easing biasanya dimulai saat ekonomi sedang lesu, suku bunga rendah dan likuiditas pasar kurang. Dalam situasi ini, bank sentral dapat memutuskan untuk menurunkan suku bunga dan/atau meningkatkan pasokan uang dengan membeli obligasi pemerintah atau surat berharga lainnya. Hal ini akan meningkatkan likuiditas di pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, siklus tightening dimulai ketika inflasi meningkat dan bank sentral khawatir tentang kelebihan likuiditas di pasar. Dalam situasi ini, bank sentral dapat memutuskan untuk menaikkan suku bunga dan/atau mengurangi pasokan uang dengan menjual obligasi pemerintah atau surat berharga lainnya. Hal ini akan mengurangi likuiditas di pasar dan membantu menekan inflasi.
Dampak kebijakan moneter easing dan tightening ke pasar saham
Siklus easing dan tightening dapat memiliki dampak yang signifikan pada pasar saham. Dalam periode easing, bank sentral menurunkan suku bunga dan meningkatkan pasokan uang, sehingga membuat investasi menjadi lebih murah dan meningkatkan likuiditas di pasar. Hal ini cenderung mendorong investor untuk melakukan pembelian saham dan investasi lainnya.
Dalam jangka pendek, efek easing dapat mendorong kenaikan harga saham karena meningkatnya permintaan dari investor. Selain itu, efek easing juga dapat meningkatkan laba perusahaan karena suku bunga yang lebih rendah dapat mengurangi biaya pinjaman, sehingga meningkatkan margin laba.
Namun, dalam jangka panjang, efek easing dapat menyebabkan masalah di pasar saham. Kebijakan suku bunga yang rendah dan pasokan uang yang tinggi dapat menyebabkan munculnya gelembung harga aset, termasuk saham, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan yang tajam pada saat terjadi koreksi pasar.
Di sisi lain, dalam periode tightening, bank sentral menaikkan suku bunga dan mengurangi pasokan uang. Hal ini cenderung membuat investasi menjadi lebih mahal dan menurunkan likuiditas di pasar. Efek tightening dapat menyebabkan penurunan harga saham, karena investor mungkin memilih untuk menjual saham mereka dan beralih ke investasi lain yang lebih aman dan menguntungkan.
Cara join membership Rikopedia klik disini