Kurva imbal hasil telah menarik perhatian banyak orang belakangan ini, jadi mari kita lihat empat rezim utama dari kurva imbal hasil - apa artinya dan apa yang bisa Anda simpulkan dari mereka tentang siklus makro.
1) Bull Flattening
Bull Flattening dalam kurva imbal hasil (yield curve) merujuk pada situasi di mana imbal hasil (yield) pada berbagai jangka waktu di kurva cenderung menurun, tetapi penurunan yang lebih besar terjadi pada bagian akhir (jangka waktu lebih panjang) kurva dibandingkan dengan bagian depan (jangka waktu lebih pendek) kurva. Istilah "bull" mengacu pada pasar yang optimis atau naik, sementara "flattening" merujuk pada perubahan yang mengarah pada kurva yang lebih datar.
Dalam konteks bull flattening, ada beberapa hal yang terjadi:
- Imbal Hasil Menurun: Imbal hasil obligasi di seluruh kurva cenderung menurun. Ini berarti investor menerima imbal hasil yang lebih rendah sebagai kompensasi untuk memegang obligasi.
- Long-End Flattening: Penurunan imbal hasil lebih signifikan terjadi pada bagian akhir kurva, yaitu obligasi dengan jangka waktu lebih panjang. Ini mengakibatkan perbedaan antara imbal hasil obligasi jangka pendek dan jangka panjang menjadi lebih kecil, sehingga kurva imbal hasil menjadi lebih datar.
- Suku Bunga Rendah: Suku bunga pada jangka waktu depan tetap rendah atau bahkan mungkin sudah berada di level yang sangat rendah (seperti dekat dengan nol). Ini dapat terjadi, misalnya, ketika bank sentral telah menurunkan suku bunga ke level terendahnya dan pertumbuhan ekonomi global masih lemah.
- Dampak pada Investasi: Bull flattening biasanya menguntungkan bagi pemegang obligasi jangka panjang (long bonds), karena mereka akan mengalami kenaikan harga yang signifikan ketika imbal hasil turun. Di sisi lain, saham-saham pertumbuhan, terutama dalam sektor teknologi, cenderung berkinerja baik karena suku bunga rendah mendorong investor untuk mencari peluang pengembalian yang lebih tinggi.
- Siklus Makro: Bull flattening sering terjadi dalam kondisi ekonomi yang lemah atau berada di tahap akhir siklus. Ini bisa terjadi ketika bank sentral telah melakukan pelonggaran moneter maksimal dan pertumbuhan ekonomi tidak terlalu kuat. Pengaturan ini mungkin mencerminkan antisipasi bahwa suku bunga tidak akan naik dalam waktu dekat.
2) Bull Steepening
Bull Steepening dalam kurva imbal hasil (yield curve) merujuk pada situasi di mana imbal hasil (yield) pada berbagai jangka waktu di kurva cenderung menurun, tetapi penurunan yang lebih besar terjadi pada bagian depan (jangka waktu lebih pendek) kurva dibandingkan dengan bagian akhir (jangka waktu lebih panjang) kurva. Istilah "bull" mengacu pada pasar yang optimis atau naik, sementara "steepening" merujuk pada perubahan yang mengarah pada kurva yang lebih curam.
Dalam konteks bull steepening, ada beberapa hal yang terjadi:
- Imbal Hasil Menurun: Imbal hasil obligasi di seluruh kurva cenderung menurun. Ini berarti investor menerima imbal hasil yang lebih rendah sebagai kompensasi untuk memegang obligasi.
- Front-End Steepening: Penurunan imbal hasil lebih signifikan terjadi pada bagian depan kurva, yaitu obligasi dengan jangka waktu lebih pendek. Ini mengakibatkan perbedaan antara imbal hasil obligasi jangka pendek dan jangka panjang menjadi lebih besar, sehingga kurva imbal hasil menjadi lebih curam.
- Pemangkasan Suku Bunga: Penurunan suku bunga pada jangka waktu depan, seperti suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral, menyebabkan harga obligasi jangka pendek naik. Hal ini terjadi ketika pasar mengantisipasi tindakan pelonggaran moneter oleh bank sentral untuk merangsang pertumbuhan ekonomi atau mengatasi masalah ekonomi.
- Dampak pada Investasi: Bull steepening dapat menguntungkan bagi investor yang memegang obligasi jangka pendek, karena harga obligasi dapat meningkat ketika suku bunga turun. Namun, saham-saham dengan fokus pada pertumbuhan mungkin tidak tampil dengan baik, karena imbal hasil yang lebih tinggi pada jangka panjang dapat menarik investor ke aset berpendapatan tetap.
- Indikator Resesi: Bull steepening dapat terjadi sebagai indikasi bahwa pasar mengharapkan suku bunga turun di masa depan sebagai respons terhadap kondisi ekonomi yang lemah atau resesi yang potensial. Peningkatan signifikan dalam harga obligasi jangka pendek dapat mengindikasikan bahwa pasar mengharapkan langkah-langkah pelonggaran moneter untuk mencegah resesi.
Maret 2023 bisa menjadi contoh yang baik: krisis perbankan mendorong pasar untuk meminta pemangkasan suku bunga oleh Fed secepat tahun ini - dengan cara ini, Fed akan dapat menstabilkan ekonomi dan pasar, dan keyakinan terhadap hasil baik yang diinduksi oleh Fed akan tercermin di bagian akhir kurva (bull steepening).
3) Bear Flattening
Bear Flattening dalam kurva imbal hasil (yield curve) terjadi ketika imbal hasil (yield) pada berbagai jangka waktu di kurva cenderung meningkat, tetapi kenaikan yang lebih besar terjadi pada bagian depan (jangka waktu lebih pendek) kurva dibandingkan dengan bagian akhir (jangka waktu lebih panjang) kurva. Istilah "bear" mengacu pada pasar yang pesimis atau turun, sementara "flattening" merujuk pada perubahan yang mengarah pada kurva yang lebih datar.
Dalam konteks bear flattening, ada beberapa hal yang terjadi:
- Imbal Hasil Meningkat**: Imbal hasil obligasi di seluruh kurva cenderung meningkat. Ini berarti investor menerima imbal hasil yang lebih tinggi sebagai kompensasi untuk memegang obligasi.
- Front-End Flattening: Kenaikan imbal hasil lebih signifikan terjadi pada bagian depan kurva, yaitu obligasi dengan jangka waktu lebih pendek. Ini mengakibatkan perbedaan antara imbal hasil obligasi jangka pendek dan jangka panjang menjadi lebih kecil, sehingga kurva imbal hasil menjadi lebih datar.
- Pemangkasan Suku Bung: Kenaikan suku bunga pada jangka waktu depan, seperti suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral, menyebabkan harga obligasi jangka pendek turun. Peningkatan suku bunga dapat terjadi dalam upaya untuk mengendalikan inflasi atau mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
- Dampak pada Investasi: Bear flattening bisa menjadi tantangan bagi investor yang memegang obligasi jangka pendek, karena harga obligasi dapat turun ketika suku bunga naik. Sektor saham yang lebih defensif dan berorientasi nilai mungkin tampil lebih baik dalam lingkungan ini, sementara saham-saham pertumbuhan dan teknologi mungkin menghadapi tekanan.
- Indikator Kontraksi Ekonomi: Bear flattening dapat menjadi tanda bahwa pasar mengharapkan suku bunga naik di masa depan sebagai respons terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat atau potensi risiko inflasi. Ini juga bisa mencerminkan pandangan pesimis terhadap prospek ekonomi yang lebih lemah.
Ketika ini terjadi bersamaan dengan pertumbuhan yang lebih lemah, sektor saham siklikal dan teknologi cenderung berkinerja lebih rendah (lihat tahun 2022).
4) Bear Steepening
Bear Steepening dalam kurva imbal hasil (yield curve) terjadi ketika imbal hasil (yield) pada berbagai jangka waktu di kurva cenderung meningkat, dan kenaikan yang lebih besar terjadi pada bagian akhir (jangka waktu lebih panjang) kurva dibandingkan dengan bagian depan (jangka waktu lebih pendek) kurva. Istilah "bear" mengacu pada pasar yang pesimis atau turun, sementara "steepening" merujuk pada perubahan yang mengarah pada kurva yang lebih curam.
Dalam konteks bear steepening, ada beberapa hal yang terjadi:
- Imbal Hasil Meningkat: Imbal hasil obligasi di seluruh kurva cenderung meningkat. Ini berarti investor menerima imbal hasil yang lebih tinggi sebagai kompensasi untuk memegang obligasi.
- Long-End Steepening: Kenaikan imbal hasil lebih signifikan terjadi pada bagian akhir kurva, yaitu obligasi dengan jangka waktu lebih panjang. Ini mengakibatkan perbedaan antara imbal hasil obligasi jangka pendek dan jangka panjang menjadi lebih besar, sehingga kurva imbal hasil menjadi lebih curam.
- Kenaikan Suku Bunga: Kenaikan suku bunga terutama terjadi pada jangka waktu lebih panjang, seperti suku bunga obligasi jangka panjang. Peningkatan suku bunga dapat terjadi sebagai respons terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat atau risiko inflasi yang meningkat.
- Dampak pada Investasi: Bear steepening dapat memiliki dampak negatif pada harga obligasi jangka panjang, karena imbal hasil yang lebih tinggi membuat harga obligasi menurun. Ini dapat berdampak pada portofolio obligasi dan mengakibatkan penurunan nilai pasar. Namun, saham-saham dengan fokus pada pertumbuhan atau sektor teknologi dapat tampil lebih baik karena imbal hasil yang lebih tinggi dapat menarik investor ke aset berpendapatan tetap.
- Indikator Perubahan Siklus Ekonomi: Bear steepening dapat menjadi indikasi bahwa pasar mengantisipasi kebijakan moneter yang lebih ketat di masa depan, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pasar keuangan secara keseluruhan.