Berikut penjelasannya:
1. Yield Curve : Ini adalah grafik yang menunjukkan perbedaan imbal hasil (yield) antara obligasi jangka pendek (2 tahun) dan obligasi jangka panjang (10 tahun). Biasanya, imbal hasil obligasi jangka panjang lebih tinggi karena investor mengharapkan risiko lebih besar dalam jangka waktu yang lebih lama.
2. Inversi Yield Curve : Ketika yield obligasi jangka pendek (2 tahun) lebih tinggi dari obligasi jangka panjang (10 tahun), ini disebut inversi. Hal ini sering dianggap sebagai tanda bahwa resesi mungkin akan terjadi dalam 18 bulan hingga 2 tahun. Namun, inversi kali ini berlangsung lebih lama dari biasanya.
3. Kembali Positif : Berita ini menunjukkan bahwa kurva hasil kembali positif (artinya yield obligasi 10 tahun lebih tinggi daripada 2 tahun) untuk sementara. Ini memulihkan kondisi normal antara kedua yield tersebut.
4. Dampak Ekonomi : Perubahan ini bisa memberikan petunjuk tentang bagaimana kebijakan suku bunga Federal Reserve (Bank Sentral AS) akan memengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kurva yang kembali positif kadang-kadang bisa dianggap sebagai tanda positif bahwa risiko resesi mungkin berkurang, meski inversi sebelumnya sering menjadi indikator resesi.
Berakhirnya inverted yield curve (di mana kurva hasil kembali positif) tidak selalu menjadi tanda bahwa risiko resesi berkurang. Meskipun dalam beberapa kasus bisa menjadi sinyal yang lebih optimistis, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menyimpulkan bahwa situasi ekonomi akan membaik.
1. Inversi dan Risiko Resesi
- Meskipun yield curve kembali normal, risiko resesi tetap ada, terutama jika penyebab inversi (seperti ekspektasi suku bunga yang lebih tinggi atau perlambatan ekonomi) belum sepenuhnya diatasi. Data historis menunjukkan bahwa resesi sering terjadi setelah yield curve kembali positif, karena dampak dari kondisi ekonomi yang melemah belum terlihat sepenuhnya.
- Di masa lalu, seperti pada krisis keuangan 2008 dan resesi 2020, kurva hasil kembali ke tingkat normal sebelum resesi benar-benar terjadi. Ini menunjukkan bahwa meskipun yield curve menjadi positif, resesi masih bisa terjadi beberapa bulan setelahnya.
2. Apakah Berakhirnya Inversi Bisa Positif ke Pasar Saham?
- Pemulihan Ekonomi yang Lambat : Jika kurva hasil menjadi positif dan ada tanda-tanda stabilitas ekonomi, hal ini bisa positif untuk pasar saham. Investor mungkin akan lebih optimis tentang pertumbuhan ekonomi jangka panjang, terutama jika ada tanda-tanda pemulihan seperti penurunan inflasi dan suku bunga stabil. Saham-saham yang terkait dengan siklus ekonomi seperti sektor keuangan, perbankan, dan industri sering kali diuntungkan.
- Perlambatan yang Tertunda : Namun, jika pasar saham merespons terlalu cepat terhadap kembalinya yield curve yang normal, ada risiko bahwa mereka mengabaikan faktor-faktor fundamental. Misalnya, meskipun kurva hasil kembali positif, ekonomi mungkin masih dalam tahap perlambatan (penurunan pengeluaran konsumen, kenaikan suku bunga, atau kebijakan moneter ketat). Dalam skenario ini, pasar saham bisa mengalami volatilitas dan terkoreksi jika ekspektasi pemulihan tidak segera terwujud.
3. Konteks Kebijakan Moneter dan Ekonomi Global
- Jika Federal Reserve mengisyaratkan pelonggaran kebijakan moneter (misalnya, penurunan suku bunga) setelah kurva hasil menjadi positif, ini bisa memperkuat pasar saham. Suku bunga yang lebih rendah membuat biaya pinjaman lebih murah, yang dapat merangsang investasi dan konsumsi.
- Namun, jika yield curve kembali positif karena inflasi tinggi dan suku bunga tetap tinggi, ini dapat menahan pertumbuhan ekonomi, yang akan berdampak negatif pada pasar saham.
4. Ekspektasi Pasar
- Pasar saham sering kali bergerak berdasarkan ekspektasi masa depan, bukan hanya kondisi saat ini. Jika pasar melihat bahwa resesi dapat dihindari atau tidak akan terlalu dalam, ini bisa mendorong reli saham. Namun, jika data ekonomi tetap menunjukkan pelemahan (seperti pengangguran meningkat atau penjualan ritel menurun), ini bisa menyebabkan koreksi di pasar meskipun yield curve kembali positif.