Analisa Saham PGAS. Perusahaan Gas Negara (PGAS) tengah menjadi sorotan di awal 2025. Pemerintah berencana menaikkan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri dan pembangkit listrik, yang berpotensi menjadi katalis pertumbuhan bagi PGAS. Namun, di balik peluang ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi perusahaan, mulai dari defisit pasokan gas hingga ketidakpastian regulasi.
Bagaimana dampak kebijakan ini terhadap kinerja PGAS? Apakah ini saat yang tepat untuk berinvestasi di saham PGAS? Mari kita bahas lebih lanjut.
Kenaikan Harga HGBT dan Implikasinya untuk PGAS
Pemerintah telah mengumumkan perpanjangan subsidi HGBT, dengan kenaikan harga sebagai berikut:
USD 6.5/MMBTU untuk industri seperti pupuk, petrokimia, dan baja.
USD 7/MMBTU untuk pembangkit listrik.
Kenaikan ini terjadi karena harga gas global yang meningkat, meskipun pemerintah tetap mempertahankan subsidi bagi tujuh sektor industri utama yang bergantung pada gas murah.
Namun, ada kekhawatiran dari pelaku industri, terutama yang intensif menggunakan energi. Jika kebijakan ini terlambat diimplementasikan, daya saing industri dalam negeri bisa terganggu, karena mereka harus membeli gas dengan harga pasar yang jauh lebih mahal.
Prospek Kinerja PGAS di 2025
1. Volume Distribusi Gas Meningkat
PGAS menargetkan distribusi gas 873-958 BBTUD di 2025, naik 2.4%-12% YoY. Namun, untuk sektor transmisi gas dan regasifikasi, volumenya justru diprediksi menurun:
Gas transmisi turun -7% YoY (1,435 MMSCFD).
Regasifikasi turun -23% YoY.
Penurunan ini dipicu oleh berkurangnya produksi di beberapa ladang gas utama, termasuk di Corridor Block dan Sumatra Selatan.
2. Margin Distribusi Stabil
Meski ada tantangan pasokan, margin distribusi PGAS tetap kuat, diperkirakan berada di USD 1.6-1.8/MMBTU. Ini sejalan dengan strategi perusahaan untuk mengoptimalkan efisiensi distribusi.
3. Investasi Besar di 2025
PGAS menyiapkan belanja modal (Capex) sebesar USD 338 juta, dengan fokus pada operasional hilir guna meningkatkan efisiensi dan ketahanan pasokan gas.
Strategi PGAS dalam Mengatasi Defisit Pasokan Gas
Salah satu tantangan terbesar PGAS adalah defisit pasokan gas di Jawa Barat, yang terjadi akibat penurunan produksi di beberapa ladang utama. Untuk mengatasi ini, PGAS meningkatkan penggunaan LNG sebagai alternatif suplai.
PGAS menargetkan penggunaan LNG hingga 20% dari total volume (sekitar 143 BBTUD). Ini terbukti efektif dalam menjaga margin distribusi tetap tinggi (>USD 2/MMBTU) pada kuartal sebelumnya, dan diperkirakan akan tetap kuat di 2025.
Dampak pada Saham PGAS: Apakah Saatnya Berinvestasi?
Jika harga HGBT naik menjadi USD 6.5/MMBTU, laba bersih PGAS diprediksi naik +15.2% di 2025. Ini bisa menjadi katalis positif untuk peningkatan target harga saham.
Potensi Keuntungan bagi Investor
✅ Kenaikan laba bersih berpotensi meningkatkan harga saham.
✅ Strategi peningkatan LNG membantu menjaga profitabilitas.
✅ Dukungan pemerintah terhadap industri gas bisa memperkuat posisi PGAS.
Risiko yang Harus Diwaspadai
⚠ Ketidakpastian dalam perpanjangan kebijakan HGBT.
⚠ Penurunan produksi gas dari ladang utama dapat menghambat pertumbuhan.
⚠ Sengketa hukum dengan Gunvor bisa berdampak pada stabilitas keuangan PGAS.
Kesimpulan: PGAS Berpotensi Tumbuh, Tetapi Perlu Perhatian
Kenaikan harga HGBT dan strategi penggunaan LNG memberikan peluang pertumbuhan bagi PGAS di 2025. Jika perpanjangan subsidi HGBT berjalan sesuai rencana, laba PGAS bisa meningkat signifikan, menjadikannya prospek menarik bagi investor.
Namun, investor tetap harus mempertimbangkan risiko regulasi dan ketidakpastian pasokan sebelum mengambil keputusan investasi. Jika Anda mencari investasi jangka panjang dengan fundamental yang kuat, PGAS masih menjadi pilihan menarik, tetapi dengan pendekatan yang hati-hati.
Join membership Rikopedia klik di sini