Di tengah berbagai tantangan global dan domestik, kebijakan makroekonomi Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Kebijakan terbaru Bank Indonesia (BI), termasuk pemangkasan suku bunga, dapat menjadi katalis pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.
1. Titik Balik Ekonomi: Meninggalkan Trifecta Tantangan
Tantangan yang selama ini membayangi ekonomi Indonesia dikenal sebagai “Trifecta of Challenges”, yakni:
1.Penguatan indeks dolar AS (DXY)
2.Kenaikan imbal hasil obligasi (yields)
3.Ketatnya likuiditas di pasar keuangan
Namun, langkah BI yang memangkas suku bunga telah membawa dampak positif terhadap pasar obligasi Indonesia, di mana imbal hasil obligasi negara (INDOGB) untuk tenor 1 tahun dan 10 tahun turun masing-masing sebesar 22 bps dan 14 bps. Penurunan ini menjadi tanda bahwa kebijakan moneter yang lebih akomodatif sedang diterapkan demi memperkuat momentum pertumbuhan.
Implikasi bagi Pasar:
Berkurangnya risiko depresiasi rupiah dengan meningkatnya arus masuk modal asing.
Stimulus terhadap konsumsi domestik yang sebelumnya melemah.
2. Perkembangan Positif Pasar Modal dan Keuangan
Sejumlah indikator menunjukkan respons positif terhadap kebijakan BI, di antaranya:
1. Yield Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI):
Pasca penyesuaian suku bunga, yield SRBI turun 24 bps, yang berpotensi mendorong perbankan untuk lebih banyak menyalurkan kredit.
2. Faktor Risiko yang Perlu Diperhatikan:
Risiko reinvestasi dalam siklus yield rendah, terutama terkait dengan IDR 478 triliun SRBI yang jatuh tempo pada kuartal 2 dan 3 tahun 2025. Perlambatan aktivitas ekonomi yang berpotensi meningkatkan risiko kualitas aset dan membatasi pertumbuhan kredit.
3. Dinamika Global: Moderasi Risiko Geopolitik
Tensi geopolitik global menunjukkan tanda-tanda mereda dengan beberapa perkembangan penting:
Gencatan Senjata di Timur Tengah:
Kesepakatan antara Israel dan Hamas yang disepakati pada Januari 2025, serta langkah damai dengan Hizbullah, telah mengurangi risiko gangguan pasokan energi global.
Hubungan AS-Tiongkok:
Potensi perbaikan hubungan AS dan Tiongkok pasca terpilihnya kembali Donald Trump memberikan harapan baru bagi perdagangan global dan stabilitas mata uang, termasuk rupiah.
Namun, faktor risiko seperti larangan ekspor minyak Rusia oleh AS pada Februari 2025 masih dapat mengerek harga minyak global, yang berpotensi meningkatkan tekanan terhadap inflasi domestik.
4. Prospek Pasar Modal Indonesia di 2025
Pasar saham Indonesia mulai menunjukkan tanda pemulihan dengan:
Inflow asing pertama dalam 13 minggu terakhir, mencapai IDR 131 miliar, yang mendorong kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 0,9% ke level 7.154.
Saham-saham sektor infrastruktur dan energi mencatatkan arus masuk positif, sementara sektor perbankan besar seperti BBCA dan BBNI masih mencatatkan arus keluar modal.
5. Tantangan dan Peluang ke Depan
Meskipun kebijakan yang diambil BI sudah mulai menunjukkan hasil positif, terdapat beberapa tantangan yang masih perlu diperhatikan:
1. Stabilitas Rupiah
Dengan nilai tukar rupiah yang masih melemah di angka IDR 16.365 per USD, langkah lanjutan diperlukan untuk menjaga stabilitas di tengah tekanan eksternal.
2. Pertumbuhan Kredit
Meskipun kebijakan moneter yang akomodatif diterapkan, perlambatan pertumbuhan kredit menjadi perhatian, terutama pada pinjaman modal kerja yang turun signifikan dari 12,4% y/y (April 2024) menjadi 8,4% y/y (Desember 2024).
3. Defisit Fiskal
Penurunan imbal hasil obligasi bisa memberikan fleksibilitas fiskal bagi pemerintah dalam menghadapi pelebaran defisit anggaran.
Kesimpulan
Langkah BI dalam memangkas suku bunga merupakan strategi berani yang berfokus pada pertumbuhan, namun masih perlu diimbangi dengan langkah-langkah tambahan untuk menjaga stabilitas rupiah dan memperkuat sektor keuangan domestik. Dengan berbagai perkembangan global yang moderat, Indonesia memiliki peluang untuk menarik lebih banyak investasi dan memperkuat fundamental ekonominya di tahun 2025.
Join membership Rikopedia klik di sini