Pasar keuangan kembali mengalami volatilitas setelah data inflasi AS terbaru menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini memicu penguatan dolar AS dan kenaikan yield obligasi, menandakan bahwa pasar kini mulai meragukan kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat.
Dengan pasar kini memperkirakan hanya 25 basis poin (bps) pemangkasan hingga Desember, muncul pertanyaan besar: Apakah The Fed akan tetap pada rencananya atau justru harus mempertahankan suku bunga lebih lama?
Potensi Gelombang Inflasi Kedua
Grafik di atas menunjukkan pola yang mirip dengan inflasi di era 1970-an, di mana inflasi sempat turun lalu kembali naik.
Pasar kini melihat kemungkinan 25% peluang kenaikan suku bunga jika tren kenaikan inflasi ini berlanjut.
Apa yang Terjadi dengan Inflasi AS?
Data terbaru menunjukkan inflasi AS lebih tinggi dari yang diperkirakan. Ini mengejutkan banyak analis yang sebelumnya berharap bahwa inflasi akan terus menurun mendekati target 2% The Fed.
Hal Faktor utama yang menyebabkan inflasi naik:
1. Harga barang dan jasa tetap tinggi meskipun beberapa sektor mulai mengalami penurunan harga.
2. Sektor transportasi belum mencerminkan dampak tarif baru, sehingga tekanan harga masih bisa meningkat di masa depan dengan adanya trade war
3. Pasar tenaga kerja tetap kuat, membuat upah tetap tinggi dan mendorong inflasi berbasis permintaan.
Dampaknya langsung:
1. Pasar kini hanya memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 25bps hingga akhir 2025.
2. Ada kemungkinan 25% The Fed malah menaikkan suku bunga kembali jika tren kenaikan inflasi ini berlanjut.
Reaksi Pasar: Dolar dan Yield Obligasi Naik
1. Dolar AS Menguat
Dengan ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap tinggi lebih lama, investor global kembali beralih ke dolar sebagai aset safe-haven.
Ini memberikan tekanan lebih lanjut terhadap mata uang negara berkembang, yang sudah mengalami tekanan dari faktor geopolitik dan pertumbuhan global yang melambat.
2. Yield Obligasi AS Melonjak
Imbal hasil (yield) obligasi AS naik signifikan, terutama pada tenor 10 tahun.
Investor kini lebih memilih obligasi jangka pendek dengan imbal hasil lebih menarik dibandingkan aset berbasis risiko seperti saham teknologi.
Kemungkinan skenario yang bisa terjadi:
1. The Fed menunda pemangkasan suku bunga hingga 2026 jika inflasi tetap tinggi.
2. Jika inflasi kembali naik lebih cepat, bisa ada peluang 25% bahwa The Fed justru menaikkan suku bunga lagi.
3. Jika tekanan inflasi berkurang di paruh kedua 2025, pemangkasan suku bunga bisa terjadi lebih lambat dari yang diharapkan.
Dampak bagi Pasar
1. Yield Obligasi Bisa Terus Naik
Jika inflasi tetap tinggi, imbal hasil obligasi bisa semakin meningkat, membuat investor lebih memilih obligasi jangka pendek. Investor perlu mempertimbangkan diversifikasi ke instrumen pendapatan tetap dengan imbal hasil tinggi.
2. Dolar AS Akan Tetap Kuat
Jika The Fed menahan suku bunga lebih lama, Dolar AS akan tetap menjadi aset safe-haven utama. Mata uang negara berkembang mungkin akan menghadapi tekanan lebih lanjut.