Tarif perdagangan telah menjadi instrumen kebijakan ekonomi yang digunakan untuk melindungi industri domestik, menyeimbangkan neraca perdagangan, dan sebagai alat negosiasi dalam hubungan internasional. Dalam beberapa dekade terakhir, kebijakan tarif semakin digunakan sebagai strategi geopolitik, terutama oleh Amerika Serikat. Dengan kembalinya kebijakan tarif di bawah administrasi Trump, banyak pertanyaan muncul tentang dampaknya terhadap ekonomi global.
Sejarah Proteksionisme Perdagangan di Amerika Serikat
Sejak abad ke-18, Amerika Serikat telah menerapkan berbagai kebijakan tarif. Beberapa kebijakan penting antara lain:
Tariff Act of 1789 – Salah satu kebijakan tarif pertama yang digunakan untuk membangun industri domestik.
Smoot-Hawley Tariff Act (1930) – Tarif tinggi yang diterapkan saat Depresi Besar, menyebabkan retaliasi dari negara lain dan memperburuk krisis ekonomi global.
GATT (1947) & WTO (1995) – Amerika Serikat kemudian mendukung liberalisasi perdagangan dengan menurunkan hambatan tarif.
Perang Dagang Trump (2018-2019) – Tarif yang diberlakukan terhadap Tiongkok dan negara lainnya, yang memicu retaliasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
Sejarah menunjukkan bahwa kebijakan proteksionisme sering menghasilkan dampak negatif terhadap ekonomi dalam jangka panjang, terutama jika memicu perang dagang.
Perang Dagang 2018-2019: Dampak terhadap Ekonomi Global
Perang dagang yang dipicu oleh administrasi Trump pada tahun 2018-2019 membawa berbagai dampak besar terhadap perdagangan global.
Kronologi Kebijakan Tarif AS
1. Tahun 2018:
AS mengenakan tarif 25% terhadap impor dari Tiongkok senilai $34 miliar. Tarif diperluas hingga mencakup barang impor senilai $200 miliar.
2. Tahun 2019:
AS meningkatkan tarif hingga 15% terhadap barang impor lainnya senilai $300 miliar. Tiongkok merespons dengan mengenakan tarif pada produk pertanian, otomotif, dan elektronik dari AS.
Dampak Perang Dagang
Perang dagang ini menghasilkan berbagai dampak ekonomi:
Penurunan Perdagangan Global: Ekspor global melambat, terutama di sektor manufaktur, dengan indikator PMI global mengalami kontraksi.
Peningkatan Biaya Konsumen: Harga barang yang dikenakan tarif meningkat, mengurangi daya beli konsumen di AS.
Gangguan Rantai Pasok: Banyak perusahaan memindahkan produksi dari Tiongkok ke negara lain untuk menghindari tarif tinggi.
Peningkatan Ketidakpastian Pasar: Indeks ketidakpastian kebijakan perdagangan mencapai rekor tertinggi, yang berdampak pada keputusan investasi perusahaan.
Estimasi Dampak "Trade War II"
Kami mengeksplorasi kemungkinan dampak kebijakan tarif baru jika diterapkan kembali oleh administrasi AS. Beberapa kebijakan yang direncanakan termasuk:
Tarif dasar universal: Pengenaan tarif 10-20% terhadap semua barang impor.
Tarif tambahan untuk Tiongkok: Bisa mencapai 50-60% terhadap barang tertentu.
Tarif untuk Meksiko & Kanada: Tarif 25% sebagai alat negosiasi dalam kebijakan imigrasi.
Estimasi Dampak Ekonomi
Penurunan GDP AS: Diperkirakan GDP AS bisa turun antara 0.5% hingga 3.6% tergantung pada skenario kebijakan tarif yang diterapkan.
Lonjakan Harga Barang: Tarif tinggi berpotensi meningkatkan inflasi dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada perang dagang sebelumnya.
Gangguan pada Pasar Finansial: Investor cenderung menghindari ketidakpastian, yang dapat menyebabkan volatilitas pasar saham dan investasi bisnis yang lebih rendah.
Tarif perdagangan telah menjadi alat kebijakan yang kuat dalam ekonomi global, tetapi juga membawa risiko yang signifikan. Sejarah menunjukkan bahwa proteksionisme sering kali menghasilkan pembalasan dari negara lain, meningkatkan biaya bagi konsumen, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Jika "Trade War II" benar-benar terjadi, dampaknya bisa lebih luas dan lebih dalam dibandingkan perang dagang sebelumnya, mengingat ekonomi dunia saat ini sudah menghadapi tantangan besar dari perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik.
Join membership Rikopedia klik di sini