Pemerintah Indonesia menghadapi awal tahun 2025 dengan defisit fiskal, yang dipicu oleh penurunan tajam dalam penerimaan pajak serta perlambatan belanja pemerintah. Laporan terbaru dari mencatat bahwa defisit fiskal pada Februari 2025 mencapai Rp7,8 triliun, turun dari Rp23,5 triliun di Januari, dengan total defisit kumulatif selama dua bulan pertama tahun ini sebesar Rp31,2 triliun (0,1% dari PDB).
Bagaimana kondisi ini bisa terjadi? Apa dampaknya bagi perekonomian nasional? Mari kita bahas lebih dalam.
1. Penurunan Penerimaan Negara yang Tajam
Laporan menunjukkan bahwa pendapatan negara hanya mencapai Rp159,5 triliun pada Februari 2025, naik sedikit dari Januari (Rp157,3 triliun), tetapi masih jauh di bawah target. Secara kumulatif, dalam dua bulan pertama tahun ini, penerimaan negara turun 20,9% secara tahunan (yoy) dan hanya mencapai 10,5% dari total anggaran 2025, dibandingkan dengan 14% pada periode yang sama tahun 2024.
Faktor utama penurunan penerimaan negara:
1. Penurunan Penerimaan Pajak
Pajak mengalami penurunan drastis sebesar 25% yoy, dengan realisasi hanya mencapai 9,7% dari target anggaran.
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi penyumbang utama kontraksi ini.
Kebijakan relaksasi pembayaran PPN hingga 10 Maret juga memperlambat penerimaan negara.
2. Penyesuaian Sistem Pajak dan Dampaknya
Implementasi sistem pajak baru, Average Effective Rate (TER), menyebabkan adanya pengembalian lebih bayar PPh 21 sebesar Rp16 triliun dari tahun 2024.
Turunnya harga komoditas berimbas pada penurunan Pajak Penghasilan Badan, terutama dari sektor pertambangan dan energi.
3. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Ikut Melemah
PNBP turun 4,1% yoy, meskipun ada kenaikan setoran laba dari BUMN.
Hanya mencapai 14,9% dari target anggaran, lebih rendah dibandingkan 16,2% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
2. Belanja Pemerintah yang Melambat
Meskipun pendapatan negara menurun, pemerintah masih menahan laju belanja. Pada Februari, pengeluaran pemerintah hanya mencapai Rp167 triliun, turun dari Januari yang mencapai Rp181 triliun. Secara kumulatif, belanja pemerintah selama dua bulan pertama tahun ini tercatat Rp348 triliun, atau turun 7% yoy.
Penyebab perlambatan belanja pemerintah:
Efisiensi pengeluaran, terutama di belanja modal dan barang, yang mengalami penurunan signifikan.
Belanja pemerintah pusat turun 11,7% yoy, dengan realisasi hanya 7,8% dari total anggaran 2025, lebih rendah dari 9,7% di periode yang sama tahun lalu.
Transfer ke daerah justru naik 1,4% yoy, menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung pembangunan daerah.
Namun, terdapat satu sektor yang mengalami peningkatan belanja secara signifikan.
3. Lonjakan Belanja Sosial
Meskipun secara keseluruhan belanja pemerintah mengalami perlambatan, pengeluaran untuk bantuan sosial meningkat drastis. Pada Februari 2025, realisasi belanja sosial mencapai Rp21,8 triliun, naik dari Rp10 triliun pada Februari 2024.
Program yang menyerap anggaran terbesar adalah program makanan bergizi gratis, yang telah menyalurkan Rp710 miliar dari anggaran total Rp71 triliun. Program ini telah melayani 2 juta penerima manfaat (11,2% dari target) dengan 726 dapur umum beroperasi (14,5% dari target).
4. Proyeksi Defisit dan Risiko Ke Depan
Dengan tren penurunan penerimaan negara, Mandiri Sekuritas memperkirakan defisit fiskal Indonesia pada 2025 akan mencapai 2,6% dari PDB, lebih tinggi dari 2,3% pada 2024. Meski demikian, pemerintah menargetkan defisit tetap terkendali di 2,53% dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa meskipun efisiensi anggaran dilakukan, struktur anggaran secara keseluruhan tetap sama. Pemerintah akan melakukan evaluasi anggaran pada pertengahan tahun untuk memastikan stabilitas fiskal.
Potensi risiko yang perlu diperhatikan:
1. Pendapatan negara yang terus melemah dapat memicu tekanan anggaran jika belanja tetap tinggi.
2. Kenaikan suku bunga global dapat meningkatkan beban pembayaran utang pemerintah.
3. Ketidakpastian harga komoditas berpotensi mengurangi penerimaan dari sektor pertambangan dan energi.
Kesimpulan
Awal tahun 2025 menjadi tantangan bagi keuangan negara dengan defisit fiskal yang semakin dalam, dipicu oleh penurunan tajam penerimaan pajak dan perlambatan belanja pemerintah. Meskipun belanja sosial meningkat, pendapatan negara yang melemah menambah tekanan terhadap defisit anggaran.
Dengan potensi revisi anggaran di tengah tahun, pemerintah perlu memastikan strategi yang tepat untuk menjaga stabilitas fiskal tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Penguatan sistem perpajakan, efisiensi belanja, dan diversifikasi sumber pendapatan negara akan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan fiskal tahun ini.