Pada tanggal 30 Maret 2025, Goldman Sachs resmi menaikkan proyeksi kemungkinan resesi ekonomi Amerika Serikat menjadi 35%. Kenaikan ini terjadi di tengah meningkatnya tensi perang dagang global yang dinilai bisa memicu guncangan makro ekonomi lebih luas. Proyeksi ini hampir dua kali lipat dari estimasi sebelumnya, mencerminkan kekhawatiran mendalam terhadap kondisi ekonomi AS dalam 12 bulan ke depan.
Kenapa ini penting? Karena pasar selalu bereaksi terhadap ketidakpastian.
Ketika cerita makroekonomi mulai memburuk—resesi, perang dagang, dan inflasi yang sulit dikendalikan—pelaku pasar biasanya mencari perlindungan. Di sinilah aset safe haven seperti emas(gold) mulai bersinar.
Lihat saja performa harga emas dalam beberapa hari terakhir. Pada grafik harga emas yang terpantau tanggal 27 Maret, harga gold melonjak ke USD 3.152,79, naik lebih dari 1,2% hanya dalam satu hari. Lonjakan ini bukan kebetulan, melainkan respons langsung terhadap meningkatnya ekspektasi resesi dan ketidakpastian global.
Kenapa emas naik saat resesi mendekat?
Emas tidak menghasilkan bunga, tapi nilainya bertahan bahkan saat suku bunga turun.
Tidak terpengaruh inflasi atau kebijakan bank sentral.
Dianggap sebagai penyimpan nilai (store of value) ketika mata uang dan aset lain tertekan.
Jika probabilitas resesi AS benar-benar meningkat ke 35% seperti yang diproyeksikan Goldman Sachs, maka kita bisa melihat permintaan terhadap emas semakin tinggi. Bagi investor, ini bisa menjadi waktu yang tepat untuk mempertimbangkan alokasi aset ke instrumen safe haven seperti gold sebelum gejolak ekonomi benar-benar datang.